Tuesday, 10 January 2017

SEJARAH ORDE LAMA

SEJARAH ORDE LAMA

Assalamualaikum, disini sayaakan membahas tentang sejarah masa orde lama. Untuk lebih jelasnya mari kita simak artikel berikut. Selamat membaca….

PENGERTIAN ORDE
Orde berasal dari bahasa Latin yaitu kata “ordo” yang berarti deretan, susunan, kelas, aturan, atau ketertiban. Oleh karena itu, pengertian orde dapat diartikan sebagai suatu bagian/anggota yang memiliki banyak unsur yang diatur melalui prinsip tertentu. Prinsip-prinsip tersebut dapat mengatur bagaimana hubungan antara unsur yang satu dengan yang lainnya, sehingga timbul suatu kesatuan yang tersusun baik.

ORDE LAMA
Orde lama adalah masa pemerintahan Setelah kemerdekaan, Indonesia mengalami beberapa periode pemerintahan diantaranya orde lama, orde baru, dan reformasi.Orde lama adalah sebutan bagi periode pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno yang berlangsung pada tahun 1945 sampai tahun 1968. Pada periode ini, Presiden Soekarno berlaku sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.

Sistem Pemerintahan Orde Lama
Pada masa orde lama, sistem pemerintahan di Indonesia mengalami beberapa peralihan. Indonesia pernah menerapkan sistem pemerintahan presidensial, parlementer, demokrasiliberal, dan sistem pemerintahan demokrasi terpimpin. Berikut penjelasan sistem pemerintahan masa Soekarno:

Masa Pemerintahan Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Pada tahun 1945-1950, terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidensial menjadi parlementer. Dimana dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai badan eksekutif dan merangkap sekaligus sebagai badan legislatif.
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno ini juga terjadi penyimpangan UUD 1945. Berikut Penyimpangan UUD 1945 yang terjadi pada masa orde lama:
Fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) berubah, dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang MPR.
Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer.

Sistem Pemerintahan Demokrasi Liberal
Pada tahun 1950, Soekarno menetapkan sistem pemerintahan bagi Indonesia. Sistem yang dipakai adalah sistem pemerintahan demokrasi liberal. Di dalam sistem ini, presiden hanya bertindak sebagai kepala Negara, presiden hanya berhak mangatur formatur pemilihan kabinet. Oleh karena itu, tanggung jawab pemerintahan ada di tangan kabinet. Presiden tidak dapat bertindak sewenang-wenang terhadap jalannya pemerintahan. Adapun kepala pemerintahan dipegang oleh seorang Perdana Menteri.

Pada masa demokrasi liberal ini, partai-partai seperti PNI dan PKI, Masyumi memiliki partisipasi yang sangat besar di dalam pemerintahan. Mereka mendapatkan kursi-kursi di dalam parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat) sebagai perwakilan rakyat Indonesia. Atas dasar amanat Undang-undang Dasar Sementara 1950, maka dibentuklah kabinet yang bertanggung jawab kepada parlemen. Setiap kabinet yang berkuasa harus mendapatkan dukungan mayoritas dari perlemen, jika tidak mandate yang telah diberikan haru sdikembalikan lagi kepada presiden. Setelah itu, dibentuk kembai kabinet baru untuk menggantikan kabinet selanjutnya agar dapat menjalankan roda pemerintahan.

Kabinet-kabinet yang pernah berkuasa sejak dimulainya penerapan sistem pemerintahan demokrasi liberal adalah kabinet Natsir (1950-1951), kabinet Sukiman-Suwirjo (1951-1952), kabinet Wilopo (1952-1953), kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953-1955), kabinet Burhanuddin Harahap (1955-1956), kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956-1957), dan kabinet Djuanda (1957-1959). Oleh karena itu, satu hal yang menjadi ciri dasar pada sistem pemerintahan ini adalah kabinet yang sering berubah-ubah.

Dalam menjalankan kebijakannya, kabinet-kabinet yang terbentuk banyak mengalami hambatan terutama dari tubuh parlemen itu sendiri. Bentuk Negara yang belum sempurna, adanya beberapa daerah yang masih dibawah kekuasaan Belanda, dan adanya perbedaan kepentingan politik antar anggota parlemen membuat kabinet yang ada susah untuk menjalankan kebijakan-kebijakannya.

Pada masa demokrasi liberal ini, Indonesia berhasil menjalankan pemilu pertama pada tanggal 29 September 1955 dengan agenda untuk memilih anggota parlemen yang akan dilantik pada 20 Maret 1956. Pada pemilu ini juga, Indonesia berhasil membentuk suatu badan yang bertugas untuk menyusun konstitusi tetap dari Negara Indonesia yang diberi nama dengan Badan Konstituante.

Sistem Pemerintahan Demokrasi Terpimpin
Berbagai kekacauan yang terjadi saat diterapkannya demokrasi liberal, memaksa Indonesia untuk mulai membentuk suatu sistem pemerintahan baru yang lebih baik. Maka pada tahun 1959, Soekarno selaku presiden pada saat itu memperkenalkan suatu sistem pemerintahan baru yang diberi nama Demokrasi Terpimpin. Perbedaan mendasar antara sistem pemerintahan demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin terletak pada kekuasaan presiden. Di dalam demokrasi liberal, parlemen memiliki kekuasaan yang luas untuk menjalankan pemerintahan dan pengambilan keputusan Negara. Namun di dalam sistem demokrasi terpimpin, presiden lah yang memiliki kekuasaan tersebut, bahkan presiden memikili kekuasaan hampir seluruh bidang pemerintahan.

Secara resmi, Indonesia mulai menerapkan sistem demokrasi terpimpin sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh presiden Soekarno. Maka pada saat itu, kabinet Djuanda dibubarkan dan digantikan dengan kabinet kerja yang dipimpin oleh Soekarno sendiri selaku perdana menteri dan Ir.Djuanda selaku menteri pertama. Pada masa pemerintahan ini, focus kebijakan berada di sector pangan, sandang, dan pembebasan Irian Barat. Di masa ini juga, Indonesia membentuk badan-badan eksekutif maupun legislative seperti MPRS, DPRS, DPA, Depernas, dan Front Nasional.

MASA PERALIHAN MASA ORDE LAMA KE ORDE BARU
Gerakan 30 September 1965.
Salah satu peristiwa yang paling membekas dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia adalah peristiwa G30S/PKI yang masih menuai kontroversi sampai sekarang. Salah satu versi tentang pergerakan ini timbul dari pemerintahan orde baru yang menyatakan bahwasanya gerakan ini dilakukan untuk merebut kekuasaan tertinggi yang berada di tangan Soekarno selaku pimpinan tertinggi Angkatan Bersenjata dan Presiden Seumur Hidup berdasarkan konsep dalam sistem Demokrasi terpimpin. Tindakan ini dipimpin oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan bantuan beberapa organisasi-organisasi underbouw yang masih tersisa pasca peristiwa 1948.
Dampak-dampak yang ditimbulkan akibat gerakan ini antara lain adalah :

a. Timbulnya Demonstrasi Menentang PKI.
Penyelesaian terhadap G30S/PKI ini sejatinya akan diputuskan saat sidang Dwikora pada tanggal 6 Oktober 1965. Namun, massa yang sudah tidak sabar menuntut agar penyelasaian ini dilaksanakan secepatnya dengan cara seadil-adilnya. Maka timbullah berbagai demonstrasi massa menuntut hal tersebut.

b. Mayjen Soeharto Diangkat Menjadi Panglima AD
Pada saat tengah berlangsungnya sidang Kabinet Dwikora yang dipimpin oleh Presiden Soekarno, ajudan presiden melaporkan bahwa di luar istana terdapat pasukan yang tidak dikenal. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Soekarno menyerahkan pimpinan sidang kepada Wakil Perdana Menteri Dr.Johannes Leimena dan beliau berangkat menuju istana Bogor didampingi oleh Waperdam I Dr.Subandrio dan Waperdam II Chairul Saleh.

Di tempat yang lain, tiga orang perwira tinggi Angkatan Darat yaitu Mayor Jenderal Basuki Rachmat, Brigadi rJenderal M.Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Mahmud bertemu dengan Letnan Jenderal Soeharto selaku Panglima Kostrad/Pangkopkamtib untuk meminta izin menghadap Presiden. Setelah mendapatkan izin, mereka berangkat menuju Bogor dan melaporkan kepada Soekarno bahwa ABRI khususnya AD sudah dalam kondisi siap siaga, namun mereka juga meminta presiden untuk mengambil kebijakan untuk mengatasi keadaan ini.

Menanggapi laporan tersebut, presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret atau yang lebih dikenal dengan nama Supersemar yang ditujukan kepada Letjen Soeharto selaku Pangkopkamtib untuk mengambil tindakan dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, dan stabilitas pemerintahan demi keutuhan NKRI.

Jatuhnya Kekuasaan Orde Lama
Dalam rangka menjalankan Supersemar, Soeharto menjalankan beberapa kebijakan untuk menangkap dan meruntuhkan rezim PKI dan pengikut-pengikutnya di Indonesia. Kebijakan-kebijakan tersebut meliputi :
  • Pembubaran dan pelarangan PKI dan ormas-ormasnya
  • Menangkap 15 orang menteri kabinet Dwikora yang dicurigai terlibat PKI
  • Membersihkan DPRGR dan MPRS dari orang-orang PKI
  • Pembentukan Kabinet Ampera

Kebijakan-kebijakan ini dirasa cukup untuk menanggapi Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) yang dilancarkan untuk menjaga stabilitas Negara sejak dilancarkannya G30S/PKI. Di dalam Kabinet Ampera itu sendiri, Soekarno medapatkan tempat selaku pimpinan. Akan tetapi, pelaksanaan kebijakan tetap dipegang oleh Presidium Kabinet yang dipimpin oleh Jend.Soeharto. akibatnya, terjadi dualisme kepemimpinan yang menjadi kondisi kurang menguntungkan mengingat stabilitas Negara yang belum normal.

Soekarno kala itu masih memiliki pengaruh politik, namun kekuatannya perlahan-lahan dilemahkan. Kalangan militer kebertaan dengan kebijakan-kebijakan yang dimabil oleh Soekarno yang dirasa berpihak kea rah komunisme. Ditambah dengan mengalirnya bantuan dari Uni Soviet dan Tiongkok semakin menambha kecurigaan mereka terhadap presiden Soekarno.

Akibatnya, pada 22 februari 1967, dalam rangka untuk mengatasi konflik yang semakin memanas, presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Jend.Soeharto. penyerahan kekuasaan ini dilengkapi dengan Pengumuman Presiden Mandataris MPRS, Panglima Tertinggi ABRI tanggal 20 februari 1967. Pengumuman tersebut dilatarbelakangi atas ketetapan MPRS No.XV/MPRS/1966 yang menyatakan apabila presiden berhalangan, maka pemegang Supersemar yang memegang jabatan presiden. Pada 4 Maret 1967, Jenderal Soeharto memberikan keterangan pemerintah di hadapan sidang DPRHR mengenai terjadinya penyerahan kekuasaan. Namun, pemerintah tetap berpendirian bahwa sidang MPRS perlu dilaksanakan agar penyerahan kekuasaan tetap konstitusional. Karena itu, diadakanlah Sidang Istimewa MPRS pada tanggal 7-12 Maret 1967 di Jakarta, yang akhirnya secara resmi mengangkat Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia hingga terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum. 

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MASA ORDE LAMA
  •  KELEBIHAN
    •  Indonesia berhasil merebut kembali Irian Barat dari Belanda melalui jalur diplomasi dan militer
    •   Indonesia berhasil menginisiasi berdirinya Gerakan Non- Blok melalui KTT Asia- Afrika di Bandung pada tahun 1955
    •  Indonesia berhasil menunjukkan eksistensi yang patut diperhitungkan oleh kedua blok raksaksa dunia pada masa itu
    •   Mampu membangun integritas nasional
    • Merupakan negara yang mempunyai prinsip yang kuat
  •   Kelemahan
    •  Sistem demokrasi terpimpin
    •  Situasi politik yang tidak stabil terlihat dari banyaknya pergantian kabinet yang mencapai 7 pergantian kabinet yaitu:

-1950-1951-Kabinet Natsir
-1951-1952-Kabinet Sukiman-Suwirjo
-1952-1953-Kabinet Wilopo
-1953-1955-Kabinet Ali Sastroamidjojo I
-1955-1956-Kabinet Burhanuddin Harahap
-1956-1957-Kabinet Ali Sastroamidjojo II
-1957-1959-Kabinet Djuanda
     -  Pertentangan ideologi antara nasionalis, agama dan komunis (NASAKOM)
 -Tidak adanya kesepakatan antara Dewan Konstituante dan DPR untuk memutuskan apakah akan diberlakukan UUD yang baru atau kembali menggunakan UUD 1945
-  Terjadinya inflasi yang mengakibatkan harga kebutuhan pokok menjadi tinggi
-  Membubarkan DPR oleh presiden (soekarno)


 Demikian artikel yang dapat disampaikan. Semoga bermanfaat
Wassalamualaikum.

1 comment:

  1. Semoga Allah memberikan hidayah-Nya untuk Kakak😊

    ReplyDelete